Budaya Berbahasa Jasreng

Rabu, 12 November 2014

Menurut sejarahnya, bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke-16  sekitar 1526 diawal-awal terbentuknya kesultanan banten di bawah Sultan Maulana Hasanuddin. Di zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tiada bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai dialek Banyumasan, ya karena Sultan Maulana Hasanuddin sendiri merupakan Putera Sunang Gunung Jati raja kesultanan Cirebon. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran, setelah sebelumnya merebut Sunda kelapa daro tangan portugis. Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya dalam perjalanan kesultanan Banten, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda bekas masyarakat Pajajaran.
Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati Keraton Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari – harinya warga Banten Lor (Banten Utara), sedangkan bantyen Kidul (Banten Selatan) masih didominasi bahasa Sunda. Bahasa Jawa Banten atau bahasa Jawa dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh bahasa Sunda dan Betawi.Bahasa Jawa di Banten terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan standar. Suku yang mendiami wilyah Banten pun ada 4 suku : Banten, Baduy, Sunda dan Betawi
Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang), pengucapan huruf ‘e’, ada dua versi. ada yang diucapkan ‘e’ saja, seperti pada kata “teman”. Dan juga ada yang diucapkan ‘a’, seperti pada kata “Apa”. Daerah yang melafalkan ‘a’ adalah kecamatan Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya. Sedangkan daerah yang melafalkan ‘e’ adalah kecamatan Serang,Cipocok Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang baratnya.Itulah asal mula terjadinya dialek Banten.
Contoh :
• ‘kule’, dibaca ‘kula’ atau ‘kule’. (artinya, saya)
• ‘ore’, dibaca ‘ora’ atau ‘ore’. (artinya, tidak)
• ‘pire’, dibaca ‘pira’ atau ‘pire’ (artinya, berapa)
Contoh :
(B.Jawa Banten tingkat bebasan)
• Pripun kabare? Kakang ayun ning pundi?
• Sampun dahar dereng?
• Permios, kule boten uning griyane kang Haban niku ning pundi?
• Kasihe sinten?
• Kasihe Haban Ghazali lamun boten salah.
• Oh, wenten ning payun koh.
• Matur nuhun nggih, kang.
• Yewis, napik dolanan saos nggih!
• Kang Haban! Ning pundi saos? boten ilok kepetuk!
• Napik mengkoten, geh!
• Kule linggar sareng teh Toyah ning pasar.
• Ayun tumbas sate Bandeng sios.
(B.Jawa Banten tingkat standar)
• Kepremen kabare? Sire arep ning endi?
• Wis mangan durung?
• Punten, kite ore weruh umahe kang Haban kuwen ning endi?
• Arane sape?
• Arane Haban Ghazali ari ore salah.
• Oh, ning arep koh.
• Nuhun ye, kang.
• Yewis, aje memengan bae ye!
• Kang Haban! Ning endi bae? ore ilok kependak!
• Aje mengkonon, Geh!
• Kite lunge kare teh Toyah ning pasar.
• Arep tuku sate Bandeng siji.
(B.Indonesia)
• Bagaimana kabarnya? Kamu mau kemana?
• Sudah makan belum?
• Maaf, saya tidak tahu rumahnya kang Haban itu dimana?
• Namanya siapa?
• Namanya Haban Ghazali kalau tidak salah.
• Oh, di depan tuh.
• Terima kasih ya, kang.
• Ya sudah, jangan bermain saja ya!
• Kang Haban! Kemana saja? tidak pernah bertemu!
• Jangan begitu, geh!
• Saya pergi dengan teh Toyah ke pasar.
• Mau beli sate Bandeng satu.
B. Indonesia B. Jawa Banten Standar B. Jawa Banten Halus / Bebasan
bagaimana kepremen / premen kepripun / pripun
baju kelambi kelambi
barat kulon kulon
beli tuku tumbas
belum durung dereng
bertemu kependak kepetuk
bisa bise bangkit
dan lan kalawan
dari sing saking
datang teke rawuh
dengan kare sareng
habis enték/enteng telas
ikut melu / milu milet
ini kiyen puniki / iki
itu kuwen puniku / iku
iya iye nggih
jangan aje napik
jawa jawe jawi
juga uga ugi
kamu sire tidak ada bentuk halusnya
katanya jerehe cepene
kenapa kelipen kelipun
kepala endas sirah
lagi maning malih
maaf hampura hampura
makan mangan dahar
mata mata soca
mau gelem Ayun
masuk manjing melebet
minta / mohon nyejaluk ngende
nama aran kasih
nasi sekul sege
percaya percaye percanten
pergi lunge linggar
permisi punten permios
punya duwe darbe
rumah umah griye
sangat temen pisan
saudara dulur dulur
sekarang siki seniki
selatan kidul kidul
semuanya kabeh sedanten
siapa sape sinten
sudah wis sampun
terima kasih nuhun matur/hatur nuhun
tidak ore boten
tidur turu sare, tilem
timur etan wetan
tunggu tonggoni tenggeni
utara lor lor
waktu wayah waktos
yang sing ingkang 
Bahasa Jawa di Banten terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan standar.
Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang), pengucapan huruf 'e', ada dua versi. ada yang diucapkan 'e' saja, seperti pada kata "teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a', seperti pada kata "Apa". Daerah yang melafalkan 'a' adalah kecamatan Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya. Sedangkan daerah yang melafalkan 'e' adalah kecamatan Serang, Cipocok Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang baratnya.

Sumber : Wikipedia

0 komentar:

Posting Komentar